LAZIS JATENG – Indonesia disebut sebagai negara fatherless tertinggi ketiga di dunia. Topik terkait fatherless ini memang sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat kita. Hal ini menyoroti peran ayah dalam keluarga, khususnya dalam tumbuh kembang seorang anak.
Apa Sih Fatherless Itu?
Istilah fatherless itu sendiri merujuk kepada tekanan emosional yang diakibatkan dari kehilangan sosok ayah, baik secara fisik maupun psikis. Istilah ini juga sama dengan father absence, father hunger, atau father deficit.
Menurut psikolog klinis anak dan remaja Monica Sulistiawati, MPsi, Psikolog, seperti yang dilansir dari detik fatherless tidak hanya dialami oleh anak yang ditinggal mati ayahnya (yatim). Kondisi ini juga bisa disebabkan oleh oleh berbagai faktor seperti pernikahan jarak jauh atau long distance marriage (LDM), orang tua bercerai (divorced), atau orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Dengan kata lain, istilah fatherless sebetulnya keberadaan sang ayah itu ada. Tapi kehadirannya secara fisik maupun secara psikologis itu sangat minim. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang sang anak.
Baca Juga: Bersedekah Sejak Dini Penting untuk Diajarkan pada Anak
Apa penyebab Fatherless?
Terkadang, ada suatu situasi yang tidak bisa dihindari hingga fatherless harus dialami oleh si anak. Ada beberapa penyebab fatherless berikut ini.
1. Perceraian orangtua
Penyebab fatherless yang sering terjadi disebabkan oleh perceraian kedua orangtua. Hal ini membuat anak broken home kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan sang ayah setelah perceraian terjadi.
Si Kecil akan mengembangkan ketidakpuasan yang mengindikasikan adanya kekosongan figur ayah di dalam hidupnya karena terbatasnya waktu komunikasi yang dimiliki.
Selain itu, kurangnya pertemuan anak dengan anak korban perceraian juga bisa diakibatkan oleh pengaruh ibu. Misalnya, perasaan amarah terhadap mantan pasangan yang membuat ibu mencegah anaknya bertemu dengan sang ayah.
2. Pengasuhan patrilineal
Seperti yang kita ketahui, bahwa pola patrilineal sangat kental dirasakan di Indonesia. Kondisi ini ternyata dapat mengembangkan Indonesia menjadi fatherless country.
Mengutip situs Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, banyak anggapan yang berkembang terkait peran ayah yang dinilai sudah berjuang keras untuk mencari nafkah, sehingga tidak perlu dibebankan lagi untuk mengasuh anak di rumah.
Bahkan dulu, tak jarang nenek dan ibu yang menyuruh untuk tidak membangunkan ayah saat tengah beristirahat di rumah. Padahal, ayah hanya memiliki waktu yang terbatas untuk bisa bermain bersama anak.
Dampak Fatherless Bagi Perkembangan Anak
Dampak yang terjadi pada anak-anak dengan fatherless dapat dirasakan tidak hanya saat kanak-kanak, tapi hingga ia dewasa.
Melalui penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia YAI tentang Dampak Fatherless Terhadap Perkembangan Psikologis Anak, dikatakan bahwa anak yang dibesarkan tanpa ayah akan berdampak kepribadiannya hingga dewasa.
Adapun sejumlah dampak fatherless yang perlu dipahami, sebagai berikut.
1. Rendahnya harga diri atau self-esteem ketika ia dewasa.
2. Adanya perasaan marah atau anger.
3. Menimbulkan perasaan minder atau tidak percaya diri karena berbeda dengan anak-anak lain dan tidak dapat mengalami pengalaman kebersamaan dengan seorang ayah yang dirasakan anak-anak lainnya.
Peran Ayah Dalam Pendidikan Anak Menurut Islam
Tanggung jawab dalam mendidik anak sejatinya bukan hanya tugas seorang ibu, tetapi juga memerlukan peran seorang ayah. Dalam memperkuat hal tersebut bahkan, Al-Qur’an menyebutkan beberapa kisah ayah bersama anaknya. Di antaranya adalah kisah Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Ya’qub dalam surat Al- Baqarah 132-133, QS. Luqman 12-19, QS. Yusuf.
Dari beberapa kisah Nabi dan Rasul ini, kisah Nabi Ibrahim misalnya. Bagaimana sabarnya Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah, kemudian istrinya Siti Hajar yang tegar, serta anaknya Ismail yang sabar untuk menerima ketentuan Allah SWT. Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bukan datang secara kebetulan, akan tetapi melalui proses tarbiyah (pendidikan).
Adapun peran ayah dalam pendidikan anak menurut Al Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Seperti pesan Luqman kepada anaknya untuk tidak menyekutukan Allah SWT dengan apapun merupakan nasihat paling utama. Menurutnya, syirik adalah kezaliman yang besar.
Zalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Adapun syirik adalah menyamakan Dzat Tuhan Pencipta yang Maha Memberi kenikmatan dengan makhluk yang tidak mampu memberi kenikmatan, bahkan tidak bisa berbuat apa-apa.
Luqman juga berpesan agar menaati perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Digambarkan bahwa jika orang tua menyuruh kepada kebathilan, maka yang didahulukan adalah aturan Allah SWT ketimbang perintah orang tua.
2. Tanggung Jawab Pendidikan Moral
Peran orang tua dalam pendidikan moral anak terdapat 2 cara: (1) Memperkenalkan nilai moral yang berlaku di masyarakat dengan cara mengajarkan anak pendidikan tentang agama yang berkaitan dengan proses sosialisasi. Mengarahkan dan memotivasi anak dalam hal mengikuti tata aturan kebiasaan yang berlaku di masyarakat; dan memberikan contoh yang baik atau teladan kepada anak-anaknya terutama dalam hal moral. (2) Melibatkan anak dalam suatu pembahasan tentang dilema moral, yaitu dengan orang tua memberikan cerita atau kisah-kisah yang berunsur pendidikan.
3. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial
Bersosialisasi dengan baik kepada sesama adalah pesan penting yang dianjurkan Luqman. Terutama terkait adab berbicara. Luqman menyebut salah satu adab buruk dalam berbicara adalah meninggikan suara tanpa keperluan. Suara seperti ini bahkan digambarkan seperti suara keledai yang merengek.
Tips Mencegah Fatherless
Nah, sahabat, karenanya penting bagi kita para orang tua/ calon orang tua untuk mengetahui kiat-kiat mencegah fenomena ini. Sebab, pengasuhan anak tidak hanya tanggung jawab ibu namun juga ayah. Berikut beberapa tips untuk mencegah adanya fatherless,
1. Komunikasi yang efektif
Dalam keluarga, komunikasi yang baik dan efektif dapat membantu mengembalikan peran ayah di rumah. Ayah harus memperlihatkan ketertarikannya pada kehidupan keluarga, mendengarkan keluh kesah anggota keluarga, dan memastikan bahwa kebutuhan dan harapan anggota keluarga dipenuhi.
2. Memiliki peran dan tanggung jawab
Ayah harus memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas di rumah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan tugas yang spesifik, seperti menjaga keamanan rumah, membantu istri di rumah atau mendampingi anak bermain dan belajar
3. Menunjukkan kepedulian dan dukungan
Cara lain untuk mengembalikan peran ayah adalah dengan menunjukkan kepedulian dan dukungan seorang ayah terhadap keluarganya, terutama pada anak-anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menghadiri acara keluarga, memberikan motivasi dan dorongan pada anak-anak, serta menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap kehidupan anggota keluarga lainnya.
4. Menjaga keseimbangan antara kerja dan keluarga
Ayah harus bisa menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Ayah harus dapat menentukan prioritas dan memperhatikan waktu untuk keluarga, sehingga keberadaannya di rumah dapat membantu mengembalikan peran ayah di rumah.
5. Memperbaiki hubungan dengan istri
Dengan memperbaiki hubungan dengan istri, ayah dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anak dan memperlihatkan kekuatan dalam hubungan keluarga. Hubungan keluarga pun akan menjadi harmonis dan terjalin dengan baik.
Dalam mengembalikan peran ayah di rumah, diperlukan dukungan dari semua dan upaya yang terus menerus dan konsisten dari ayah sendiri.
Dengan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan keluarga, ayah dapat membantu membangun hubungan yang kuat dan harmonis antara anggota keluarga. Sehingga fenomena fatherless yang terjadi terutama di Indonesia ini dapat kita lawan.