Khitan adalah membuka atau memotong kulit (quluf) yang menutupi ujung kemaluan dengan tujuan agar bersih dari najis. Dalam bahasa Indonesia, khitan disebut juga dengan sunat. Prosesnya disebut dengan khitanan atau sunatan. Pemotongan kulit dalam khitanan ini dimaksudkan supaya kotoran bekas air kencing mudah dibersihkan. Hal ini berkaitan dengan syarat dalam ibadah yang harus menjaga kesucian. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan. Akan tetapi, para ulama tersebut sepakat bahwa khitan telah disyariatkan agama.
Dalam Hadist Riwayat Muslim 253, “Fitrah itu ada lima perkara : khitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis“ Artinya, setiap manusia yang lahir ke dunia selalu membawa fitrah. Manusia yang lahir ke dunia umumnya masih berada dalam keadaan suci dan belum terpengaruh oleh lingkungan luar sehingga fitrahnya cenderung pada kebaikan. Ustadz Adi Hidayat (2020) menjelaskan bahwa fitrah (dalam hal ini yaitu khitan) memiliki tiga esensi.
Pertama, khitan merupakan wujud ketaatan kita dalam mengikuti ketentuan Allah. Khitan bukan hanya sebuah ritual yang berkembang menjadi budaya di masyarakat. Namun, khitan memiliki esensi sebagai sarana yang mendekatkan diri anak yang dikhitan kepada Allah. Setiap orang tua yang mengkhitan anaknya, tanggung jawabnya tidak hanya melaksanakan ritual khitanan saja, akan tetapi tersirat makna bahwa orang tua harus mampu mendidik anaknya supaya meningkat ketaatannya pada Allah, dan bertambah kedekatannya pada Allah. Orang tua harus berupaya menjaga anaknya supaya tetap berada dalam koridor keimanan dan ketakwaan pada Allah. Jika anak-anak ini memiliki kedekatan dengan Allah dan ketaatannya selalu meningkat, maka dapat dikatakan bahwa khitan yang dilakukan orang tua pada anaknya ini berhasil.
Kedua, khitan merupakan sarana untuk membuat seorang muslim cenderung pada kebaikan. Jika esensi pertama lebih merujuk pada hubungan manusia dengan Allah, maka esensi kedua ini lebih merujuk pada hubungan manusia dengan manusia. Seorang anak yang telah dikhitan seharusnya memiliki perilaku yang baik pada sesama manusia lainnya. Dalam hal ini, orang tua yang mengkhitankan anaknya memiliki tanggung jawab untuk menempatkan anaknya di lingkungan pergaulan yang baik, serta mampu mengajari anaknya berperilaku yang baik.
Ketiga, khitan memiliki esensi menjadikan seorang muslim bersih secara jasmani dan rohani. Bersih secara jasmani memiliki arti bahwa khitan membersihkan kotoran yang menempel di bagian tubuh. Sehingga dengan dibuangnya kotoran tersebut, dapat menghindarkan seseorang dari peluang terjangkitnya berbagai macam penyakit. Selain itu, kebersihan merupakan syarat dari ibadah. Orang yang bersih secara fisik akan lebih mudah khusyu’ dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Sementara bersih secara rohani memiliki arti bahwa anak yang dikhitan akan memiliki jiwa/hati yang suci dan dekat dengan Allah.
Secara garis besar, khitan memiliki dua keutamaan yaitu menyucikan hati/jiwa dan raga orang yang dikhitan. Secara kejiwaan, khitan mampu menjadikan seseorang semakin beriman, bertakwa dan berakhlak. Sementara dari segi jasad, khitan melahirkan seseorang yang sehat. Jika dipraktikkan dengan benar, khitan akan melahirkan generasi muslim unggul yang dapat mengembalikan kejayaan peradaban islam.
Berdasarkan pemaparan Ustadz Adi Hidayat (2020), peradaban islam memiliki tiga makna turunan. Pertama, peradaban diartikan sebagai kemajuan dalam sector perekonomian. Makna pertama ini diabadikan dalam Al-Qur’an Surat Al-Quraisy. Surat ini secara tersirat menjelaskan bahwa bukan manusia yang memberikan rizki dan kesejahteraan sehingga perekonomian bangsa menjadi maju, akan tetapi atas karunia Allah. Kedua, peradaban diartikan sebagai majunya ilmu pengetahuan. Hal ini ditandai dengan adanya ilmuwan-ilmuwan muslim yang banyak menemukan berbagai macam bidang ilmu yang membawa kemaslahatan bagi umat. Ketiga, peradaban ditandai dengan adanya norma atau sikap mulia yang lahir dari proses pendidikan. Akhlak yang mulia ini hanya akan muncul jika seorang muslim memiliki keimanan dan ketakwaan pada Allah. Dengan kata lain, peradaban islam hanya akan terwujud jika muslimin memiliki akhlak yang mulia. Makna yang ketiga inilah yang membedakan peradaban islam dengan peradaban yang lain.
Ustadz Budi Ashari (2020) menjelaskan bahwa kedekatan dengan Allah merupakan modal utama dalam membangun peradaban. Kedekatan dengan Allah dapat diartikan sebagai ketaatan, keimanan, dan ketakwaan yang murni kepada Allah. Seorang muslim sebelum menguasai berbagai bidang ilmu kehidupan dunia harus membangun keimanan dan ketakwaan terlebih dahulu kepada Allah. Hal ini dilakukan untuk menghindari perilaku yang menyimpang dari ajaran agama. Wujud dari keimanan dan ketakwaan pada Allah ini ditampilkan dalam bentuk norma, sikap, atau adab yang mulia.
Islam merupakan sumber kebaikan hidup. Melalui pedoman Al-Qur’an dan As-sunnah, islam mampu memberikan tuntunan untuk membangun bangsa dan umat menjadi beradab. Seluruh lini kehidupan memiliki tuntunan yang lengkap dan menyeluruh, dimana seharusnya umat islam lebih mudah untuk mencapai kemajuan. Islam tidak hanya memberikan tuntunan dalam hal materi atau duniawi, namun juga memberikan tuntunan dalam spiritual. Dengan demikian, peradaban islam tidak hanya bertujuan untuk mencapai kemajuan untuk kesejahteraan di dunia, namun juga berorientasi untuk mencapai keberuntungan hidup di akhirat.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebelum mengambil peran untuk turut serta memajukan berbagai lini kehidupan, seorang muslim hendaknya memiliki jiwa yang bersih dan suci, memiliki keimanan, ketakwaan yang murni pada Allah. Hal ini penting karena semua kemudahan dan kemajuan merupakan karunia dari Allah. Dengan membangun kedekatan pada Allah, Allah akan memudahkan jalan dan memberikan keberkahan dari setiap upaya yang dilakukan oleh seorang muslim.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membangun kedekatan dengan Allah, salah satunya yaitu khitan. Hal ini berkaitan dengan esensi khitan yaitu membersihkan jiwa dan raga, meningkatkan ketaatan, dan membangun kedekatan pada Allah. Dengan demikian, terdapat hubungan yang sangat erat antara pelaksanaan khitan dengan upaya membangun peradaban islam. Pelaksanaan khitan yang benar akan mampu melahirkan generasi muslim yang memiliki kesucian jiwa dan raga, memiliki ketaatan dan kedekatan dengan Allah. Dengan pemahaman demikian, diharapkan pelaksanaan khitan benar-benar mampu menjadi sarana untuk membentuk generasi muslim yang taat sehingga mampu mengembalikan peradaban umat islam yang pernah diajarkan Rasulullah.
Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jawa Tengah (Lazis Jateng) merupakan lembaga sosial yang memiliki salah satu misi menjadi bagian pembangun peradaban islam (Arif, 2020). Lazis Jateng memiliki tujuan memberdayakan umat dengan semangat dari, oleh, dan untuk umat. Oleh sebab itu, Lazis Jateng berencana menyelenggarakan semarak khitan sebagai ikhtiar akselerasi membangun peradaban islam. Hal ini sejalan dengan esensi khitan yaitu membangun ketaatan seorang hamba dengan Rabb-nya, dimana ketaatan dan kedekatan dengan Allah merupakan modal utama dalam mengembalikan peradaban islam yang unggul.
Semarak khitan ini ditujukan bagi anak-anak yatim. Hal ini sejalan dengan hadist Nabi bahwa menyantuni anak yatim merupakan hal utama. Menyantuni anak yatim merupakan perbuatan yang sangat mulia, maka bagi orang yang menyantuni anak itu sangat layak mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan layak pula sebagai pendamping nabi di surga nanti untuk mereguk kenikmatan yang ada di dalamnya sebagai imbalan perbuatannya (Hamid, 2013).
Referensi :
Hamid, R. (2017). Kafalah al-Yatim dari Perspektif Hadis Nabi. AL-Fikr, 17(1).
Mianoki, A. (2011). Ensiklopedi Khitan Kupas Tuntas Pembahasan Khitan dalam Tinjauan Syariat dan Medis.
Zubaidah, S. (2013). Sejarah Peradaban Islam. Journal of Chemical Information and Modeling. Vol. 53, 2013.
Kajian Ustadz Adi Hidayat tentang ‘Apa Manfaat Khitan’ https://www.youtube.com/watch?v=rh50H9m0Boo
Kajian Ustadz Adi Hidayat tentang ‘Menuju Khairu Ummah’ https://www.youtube.com/watch?v=BvCgFogpFPE
Kajian Ustadz Adi Hidayat tentang ‘Khairu Ummah sebagai Pilar Peradaban Utama’
https://www.youtube.com/watch?v=EzOSnnN6wNQ&t=4917s
Kajian Ustadz Budi Ashari tentang ‘Menjadi Umat Terbaik Mengembalikan Peradaban Islam yang Gemilang’ https://www.youtube.com/watch?v=YNYMGNh-4Xk
Kajian Buya Yahya tentang ‘Menyantuni Anak Yatim’ https://www.youtube.com/watch?v=mLxMawwICJk