Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah, pendapat para ulama/ jumhur ulama menyatakan bahwa ketika ada udzur (dalam setahun tidak bisa membayarnya), misalnya dalam kondisi ;
1. Wanita hamil/ menyusui
2. Sakit menahun (ada harapan sembuh)
3. Haid/ nifas
Maka bagi mereka yang mengalami kondisi demikian tidak terkena kewajiban apa-apa, kecuali mengganti sebanyak hari-hari yang terhutang pada Ramadhan sebelumnya.
Akan tetapi bagi mereka yang berlalu setahun penuh hingga memasuki Ramadhan tahun ini, masih belum bisa mengganti puasanya karena lalai, belum sempat, malas atau kesibukan, maka jumhur ulama menjelaskan bahwa mereka tidak hanya diwajibkan untuk mengoqdho puasa, namun juga diwajibkan atas mereka membayar fidyah.
Fidyah yang dimaksud adalah memberi makan kepada orang miskin sebanyak berapa hari puasa yang masih belum terbayarkan (hutang puasa) pada Ramadhan sebelumnya.
Misalnya, seseorang yang meninggalkan 7 hari puasa Ramadhan karena haid dan belum membayarkan hingga datang Ramadhan tahun berikutnya karena lalai/ malas, maka diwajibkan :
– Mengoqdho puasa sebanyak 7 hari
– Membayar fidyah sebanyak 7× (memberi makan 7× kepada orang miskin)
Ada perbedaan pendapat para ulama terkait dengan ukuran fidyah tersebut. Abu Hanifah mengatakan bahwa fidyah sebanyak 1 mud dari makanan pokok atau kisaran 600-750 gram. Imam Syafi & Imam Malik berada di kisaran 2 mud / 1,5 sha (1,5 kg beras).
Beberapa lembaga zakat termasuk LAZiS Jateng juga telah menetapkan besaran fidyah di beberapa kota dengan berbagai kondisi.
Sumber : 1.) Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah, 2.) Ustadz Hatta Syamsuddin (Dewan Pengawas Syariah LAZiS Jateng)